Showing posts with label Culture. Show all posts
Showing posts with label Culture. Show all posts

Saturday, 18 August 2007

Ringkasan cerita


Prabu Śantanu dan Dewi Satyawati, leluhur para Pandawa dan Korawa
Prabu Śantanu dan Dewi Satyawati, leluhur para Pandawa dan Korawa

Kisah keluarga Bharata

Mahābhārata merupakan kisah besar keluarga Bharata. Kisah tersebut diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala yang kemudian menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha (konon meliputi Anakbenua Asia). Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai sebuah daerah yang disebut Kurukshetra (terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.

Prabu Santanu menikah dengan Dewi Gangga, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Prabu Santanu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang diberi nama Dewabrata atau Bhisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Chitrangada dan Wicitrawirya. Chitrāngada wafat di usia muda kemudian digantikan oleh adiknya, Wicitrawirya. Wicitrawirya kemudian menurunkan Pandu dan Drestarasta.


Dropadi berusaha dihina di muka umum setelah Pandawa dan Korawa kalah main dadu
Dropadi berusaha dihina di muka umum setelah Pandawa dan Korawa kalah main dadu

Pertempuran di Kurukshetra

Suasana menjelang perang di "Medan Kuru" atau Kurukshetra, wilayah Haryana, India Utara
Suasana menjelang perang di "Medan Kuru"

Versi-versi Mahabharata

Di India ditemukan dua versi utama Mahabharata dalam bahasa Sansekerta yang agak berbeda satu sama lain. Kedua versi ini disebut dengan istilah "Versi Utara" dan "Versi Selatan". Biasanya versi utara dianggap lebih dekat dengan versi yang tertua.

Daftar kitab

Mahābhārata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut Astadasaparwa. Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah Mahābhārata, yakni semenjak kisah para leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati, Yadu, Puru, Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata) sampai kisah diterimanya Pandawa di surga.


Pengaruh dalam budaya

Selain berisi cerita kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa Sansekerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara.

Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan mungkin juga beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi. Yakni pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kadiri. Karena sifatnya itu, bentuk prosa ini dikenal juga sebagai sastra parwa.

Yang terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah kakawin Arjunawiwaha (Arjunawiwāha, perkawinan Arjuna) gubahan mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa.

Karya sastra lain yang juga terkenal adalah kakawin Bharatayuddha, yang digubah oleh mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, mpu Panuluh juga menulis kakawin Hariwangsa di masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubah Gatotkacasraya di masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.

Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Krsnayana (karya mpu Triguna) dan Bhomantaka (pengarang tak dikenal) keduanya dari jaman kerajaan Kediri, dan Parthayajna (mpu Tanakung) di akhir jaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali.

Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Di dalam masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam Bahasa Jawa modern pada sekitar abad ke-18.

Dalam dunia sastera popular Indonesia, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk komik yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal adalah karya dari R.A. Kosasih.


Dinasti Kuru

Sambarana menurunkan Sang Kuru. Kuru menikahi Subhangi, puteri dari Kerajaan Dasarha, kemudian ia menurunkan putera bernama Widuratha. Widuratha menikahi Supriya, puteri dari Kerajaan Madhawa. Darinya lahirlah putera bernama Anaswan. Anaswan menikahi Amrita, puteri dari Kerajaan Madhawa. Darinya lahirlah putera bernama Parikesit-1. Parikesit-1 menikahi Suwasa, kemudian menurunkan Bhimasena-1. Bhimasena-1 menikahi Kumari, puteri dari Kerajaan Kekaya, dan menurunkan Pratisrawas. Pratisrawas menurunkan Pratipa. Pratipa menikahi Sunanda, puteri dari Kerajaan Siwi, kemudian menurunkan 3 putera. Di antara ketiga putera tersebut, Santanu menjadi Raja.

Keluarga besar Bharata

Bharata menikahi Sunanda-1, putri Sarwasena, Raja dari Kerajaan Kasi, dan menurunkan putra bernama Bhumanyu. Bhumanyu menikahi Wijaya, puteri Dasarha, kemudian menurunkan putra bernama Suhotra. Suhotra menikahi Suwarna, puteri Ikshvaku. Suhotra menurunkan Hasti, pendiri Hastinapura. Hasti menikahi Yasodhara, puteri dari Kerajaan Trigarta. Hasti menurunkan Wikunthana. Wikunthana menikahi Sudewa, puteri dari Kerajaan Dasarha. Wikunthana menurunkan Ajamidha. Ajamidha memiliki empat istri, yaitu: Kaikeyi, Gandhari, Wisala dan Riksha. Mereka melahirkan banyak putera, namun yang paling terkemuka bernama Sambarana. Sambarana menikahi Tapati, putera Wiwaswat (Dewa Surya).

Garis keturunan Puru

Maharaja Yayati memiliki lima putera, yaitu: Yadu, Tuwasu, Anu, Druhyu, Puru. Di antara kelima orang tersebut, Puru-lah yang menurunkan keluarga Bharata, yaitu keluarga besar Pandawa dan Korawa. Puru menikahi Kausalya (Koçalya), kemudian menurunkan Janamaejaya-1. Janamejaya-1 menikahi Ananta, kemudian menurunkan Prachinwat. Prachinwat menikahi Asmaki, kemudian menurunkan Sanyati. Sanyati menikahi Warangi, kemudian menurunkan Ahayanti. Ahayanti menikahi Bhanumati, kemudian menurunkan Sarwabhoma. Sarwabhoma menikahi Sunanda-1, kemudian menurunkan Jayatsena, yang kemudian menikahi Susrawa, puteri Raja Widarbha, dan menurunkan Awachina. Awachina juga menikahi puteri dari Kerajaan Widarbha, bernama Maryada-1. Kemudian ia menurunkan Arihan-1. Arihan-1 menikahi Angi kemudian menurunkan Mahabhoma.

Mahabhoma menikahi Suyajna, puteri Prasenajit. Darinya lahirlah Ayutanayi. Ayutanayi menikahi Kama, puteri Prithusrawas. Darinya lahirlah Akrodhana. Akrodhana kemudian menikahi Karambha, puteri dari Kerajaan Kalinga. Mereka memiliki putera bernama Dewatithi, dan Dewatithi menikahi Maryada-2, puteri Kerajaan Wideha. Dewatithi menurunkan Arihan-2. Arihan-2 menikahi Sudewa, puteri dari Kerajaan Anga, dan darinya lahirlah Riksha. Riksha menikahi Jwala, puteri dari Naga Takshaka, dan menurunkan putera bernama Matinara. Matinara menikahi seorang puteri dari lembah Sungai Saraswati, kemudian menurunkan putera bernama Tansu. Tansu menikahi puteri dari Kerajaan Kalinga, dan memiliki putera bernama Ilina. Ilina menikahi Rathantari, dan memiliki lima putera, yang tertua bernama Duswanta. Duswanta menikahi Sakuntala, kemudian menurunkan Bharata.